Selamat Datang Selamat Membaca..

Tuesday, March 13, 2007

Borobudur dan Museum Kapal

Jalan-jalan Candi Borobudur- Magelang dari arah Jogja bukanlah rute yang sulit atau jauh. Jalannya nyaman, navigasinya bagus bahkan untuk orang yang belum pernah sekalipun ke sana. Pada kesempatan liburan di Jogja, entah kenapa ingin lagi ke Borobudur. Pesimistic on have fun namun ternyata ada saja pengalaman baru yang kutemui di sana.

Bersepeda motor dari Jogja, keujanan di jalan dari yang rintik-rintik sampai yang deras abis, langit hitam di sekitar Merapi, langit biru cerah di sekitar Merbabu, namun tak ada pelangi.

Memasuki areal candi, belok kiri maju jalan ada tempat pemutaran film sejarah Candi Borobudur, candi Budha terbesar di dunia. Ternyata banyak hal yang menakjubkan yang diceritakan di sini. Minimal sebagai modal kita untuk jalan-jalan ke situs candinya nanti agar tidak terlewatkan hal-hal menarik yang akan ditemui di atas sana. Ga rugi deh meskipun harus keluar uang ekstra.

Hujan masih saja rintik-rintik, lebih baik begitu daripada kepanasan saat berkeliling candi. Paling tidak bisa mendukung khayalanku memasuki batas waktu sekitar tahun 800 Masehi. Coba membayangkan seperti apa orang-orang waktu itu, apa yang mereka lakukan, apa yang mereka pikirkan, bagaimana perasaan mereka bahwa tempat mereka berdiri waktu itu masih ada hingga ribuan tahun mendatang. Tempatku berjalan ini, dulu juga ada orang-orang yang berjalan di atasnya. Merinding rasanya.

Ternyata asyik juga berkeliling sesuai clock wise (seperti yang seharusnya dilakukan). Yang jelas tidak terlalu melelahkan daripada langsung menuju ke puncak candi (seperti kebanyakan pengunjung). Trap-trap candi itu kan menggambarkan proses kehidupan manusia menuju kesempurnaan. Kesempurnaan tidak bisa terwujud dengan serta merta. Jadi menurutku, sudah sepatutnyalah kita berjalan ke arah puncak candi juga dengan proses yang benar. Buat apa sih jalan-jalan ke tempat beginian kalau bukan untuk dihayati.

Sudah puas keliling candi, dan menikmati hijaunya pohon, hijaunya rumput, pokoknya hijau saja di mana-mana, tiba-tiba mataku menangkap sesuatu yang tidak pernah kulihat sebelumnya, Museum Kapal!! Penasaran dengan apa yang ada di dalamnya,aku pun ke sana dengan semangat 45. Ternyata apa yang ada di situ pernah kutemui di Majalah Intisari bulan apa sudah tak ingat lagi.Ini adalah Kapal Samudraraksa (Pelindung Lautan). Kalau ingin menaiki kapal ini, ada biaya ekstra. Saat kesana waktu itu (April 2006) harga tiket sebesar Rp 100.000,- untuk naik kapal.
Ini kapal sungguhan dan sudah teruji kehandalannya mengarungi samudra, dari Benoa sampai Accra. Hebatnya, kapal seperti ini pulalah yang digunakan nenek moyang kita (yang pelaut itu, yang gemar mengarung luas samudra, menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa) untuk berdagang.
Lha iya, kapal ini kan nyontek kapal yang ada di relief. Maksudnya sih kapal ini direkon ulang untuk napak tilas nenek moyang kita. Bedanya kapal yang ini dengan yang di relief, Kapal Samudraraksa new edition ini dilengkapi dengan peralatan masa kini, seperti GPS, navtex, telepon satelit, dan echo sounder. Coba bandingkan dengan nenek kakek kita dahulu yang berlayar dengan kapal seperti ini namun tanpa peralatan tadi. Benar-benar pelaut yang ulung, tentunya mereka sangat memahami alam.

Ketika hendak keluar dari areal candi, kami -para pengunjung ini dipaksa melewati deretan-deretan pedagang souvenir. Yang seharusnya kami bisa saja lurus, harus berbelok dulu. Kalau memang berniat belanja sih tidak apa-apa. Sebenarnya tidak berniat juga tidak apa-apa kalau penataannya bagus. Areal souvenir itu lebih mirip obat nyamuk yang muter-muter tanpa ujung, seperti berjalan di labirin yang pengap. Parahnya, aku jadi lebih tidak berminat belanja, sialan..dikerjain nee!! Akhirnya, karena tak kunjung ketemu juga ujung labirin itu, aku memintas jalan, masuk kios yang sedang tutup dan meloncati pagar. Ah leganya. Bebas sudah. Awas ya.

Kututup perjalanan di areal candi itu, dengan makan jagung bakar pedas, sepedas hatiku yang dongkol dikerjain. Jangan-jangan kalau wisatawan dari luar negeri di'begini'kan juga, memalukan kalau sampai iya. Semoga tidak.